Padang, Kompas - Tempurung kelapa yang selama ini hanya menjadi limbah atau diolah sebagai arang kelapa tengah dikembangkan menjadi briket di Kota Pariaman, Sumatera Barat. Briket tersebut mempunyai nilai tambah dibandingkan dengan arang batok. Pabrik skala usaha mikro, kecil, dan menengah ini berada di naungan kelompok usaha Roda Banting. Proses pengolahan tempurung kelapa menjadi briket ini menggunakan alat hasil rakitan sendiri. Sekali cetak, alat pembuat briket ini bisa menghasilkan 320 keping briket. Setiap kilogram briket dapat digunakan untuk memasak sampai enam jam.Mesin yang digunakan antara lain adalah mesin penghancur arang batok menjadi tepung kasar, mesin penghancur tepung kasar menjadi halus, mesin pencampur dan mesin pencetak briket dalam jumlah besar.
Lebih tinggi
Harga briket dengan kandungan karbon lebih dari 60 persen bisa mencapai Rp 5.000-Rp 6.000 per kilogram. Harga tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan harga arang tempurung yang hanya sebesar Rp 1.200 per kilogram.Briket tempurung relatif ramah lingkungan dan tergolong sumber energi yang dapat diperbarui.Penerapan inovasi teknologi pengolahan tempurung kelapa menjadi briket sangat diperlukan di beberapa daerah. Dengan teknologi yang tepat bisa dihasilkan briket yang memenuhi standar. Briket model ini nantinya bisa digunakan sebagai pengganti bahan bakar minyak, terlebih setelah harga BBM cukup mahal saat ini.
Tergolong baik
Dari hasil pengujian , briket yang dihasilkan ini tergolong baik karena mempunyai kadar karbon lebih dari 60 persen.Di masa depan juga dibutuhkan kompor khusus untuk briket sehingga briket bisa digunakan secara massal oleh masyarakat. Selain itu, briket juga mempunyai prospek untuk diekspor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar