Minggu, 31 Mei 2009

Bioetanol sebagai energi alternatif yang kompetitif

Peranan BBM masih 63% dalam pemakaian energi final nasional-2003. Indonesia yang dulu menjadi negara pengekspor minyak, sejak tahun 2004 berubah menjadi negara pengimpor minyak. Pada tahun 2004 Indonesia mengimpor minyak 487 ribu barel/hari. Sementara itu harga minyak dunia terus mengalami peningkatan harga. Hal ini jelas akan menggoyang perekonomian nasional. Struktur APBN masih bergantung pada penerimaan migas dan subsidi BBM. Naiknya harga minyak dunia mengakibatkan membengkaknya subsidi BBM. Kebijakan pengurangan subsidi BBM yang diterapkan pemerintah akhirnya berakibat pada meningkatnya biaya-biaya perekonomian masyarakat.

Maka, harus ada upaya-upaya strategis untuk mengurangi ketergantungan pada minyak bumi. Hal ini sudah cukup mendesak mengingat cadangan minyak nasional hanya sampai 18 tahun (lihat tabel) lagi, sementara konsumsi dalam negeri terus meningkat. Diprediksikan pada tahun 2010, jumlah import BBM akan meningkat menjadi sekitar 60% – 70% dari kebutuhan BBM dalam negeri. Fakta ini akan menjadikan Indonesia menjadi Pengimpor BBM terbesar di Asia. Penggunaan bahan bakar alternatif harus segera dilakukan terutama yang berbentuk cair, karena masyarakat sudah sangat familiar dengan bahan bakar cair, BBM. Salah satunya adalah Bioetanol. Bioetanol dengan karakteristiknya dapat mensubtitusi bensin. Indonesia perlu mengembangkan bioetanol karena :

1. Konsumsi energi meningkat

2. Bahan bakar fosil akan habis

3. Devisa (impor bbm)

4. Potensi penggunaan biofuel

5. protokol Kyoto

6. Potensi lahan

7. Potensi sumber daya manusia (petani)

BIOETANOL, ENERGI ALTERNATIF YANG KOMPETITIF

Louis Pasteur untuk pertama kalinya mengenalkan metode fermentasi. Dia melakukakan fermentasi gula menggunakan mikroorganisme. Dia telah membuka cakrawala baru memproduksi senyawa kimia dengan bantuan mikroorganisme. Sehingga kita tidak harus capai-capai melakukan sintesis senyawa kimia, biarkan saja mikoorganisme yang bekerja memproduksinya.

Pada tahun 1815, Gay-Lussac memformulasikan konversi glukosa menjadi etanol dan karbondioksida. Formulanya sebagai berikut :

C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2

Dalam perkembangannya produksi alkohol yang paling banyak digunakan adalah metode fermentasi dan distilasi.

Mikroorganisme yang digunakan untuk fermentasi alkohol :

Bakteri : Clostridium acetobutylicum, Klebsiella pnemoniae, Leuconoctoc

mesenteroides, Sarcina ventriculi, Zymomonas mobilis, dll.

Fungi : Aspergillus oryzae, Endomyces lactis, Kloeckera sp., Kluyreromyces fragilis,

Mucor sp., Neurospora crassa, Rhizopus sp., Saccharomyces beticus,

S. cerevisiae, S.ellipsoideus, S. oviformis, S. saki, Torula sp., dll

Baru-baru ini teknologi DNA rekombinan telah membantu penggunaan mikroorganisme dalam proses industri. Setelah USA dan Brazil, India adalah negara terbesar ketiga dalam memproduksi bioetanol.

Selama perang dunia II campuran etanol dan bensin telah digunakan di Eropa. Namun, setelah perang berakhir bioetanol kalah bersaing dengan bensin yang harganya lebih murah. Penggunaan campuran alkohol dan bensin digunakan lagi pada tahun 1970-an akibat embargo minyak negara-negara Arab terhadap negara-negara barat pada tahun 1973 yang menyebabkan krisis minyak. Pada tahun 1985 brazil mengeluarkan program pencampuran 20% bioetanol dengan bensin untuk menghemat 40% konsumsi bensin. Negara ini telah memasarkan 1 juta mobil dengan bahan bakar 100% bioetanol.

Kelebihan-kelebihan bioetanol dibandingkan bensin:

  1. Bioetanol aman digunakan sebagai bahan bakar, titik nyala etanol tiga kali lebih tinggi dibandingkan bensin.
  2. Emisi hidokarbon lebih sedikit

Kekurangan-kekurangan bioetanol dibandingkan bensin:

  1. Mesin dingin lebih sulit melakukan starter
  2. Bioetanol bereaksi dengan logam seperti magnesium dan aluminium.

Sebagai alternatif digunakan campuran bioetanol dengan bensin. Sebelum dicampur, bioetanol harus dimurnikan hingga 100%. Campuran ini dikenal dengan sebutan gasohol.

Substrat yang dapat difermentasikan menjadi alkohol :

  1. bahan bergula (sugary materials) : tebu dan sisa produknya (molase, bagase), gula bit, tapioca, kentang manis, sorghum manis, dll. Molasses tebu digunakan besar-besaran di beberapa negara untuk memproduksi alkohol.
  2. Bahan-bahan berpati (starchy materials) : tapioka, maizena, barley, gandum, padi, dan kentang. Jagung dan ubikayu adalah dua kelompok substrat yang menarik perhatian. 11,7 kg tepung jagung dapat dikonversi menjadi 7 liter etanol.
  3. Bahan-bahan lignoselulosa (lignosellulosic material) : sumber selulosa dan lignoselulosa berasal dari limbah pertanian dan kayu. Akan tetapi, hasil etanol dari lignoselulosa sedikit karena kekurangan teknologi untuk mengkonversi pentosa menjadi etanol. 409 liter etanol dapat diproduksi dari 1 ton lignoselulosa.

GASOHOL

Bioetanol bersifat multi-guna karena dicampur dengan bensin pada komposisi berapapun memberikan dampak yang positif. Pencampuran bioetanol absolut sebanyak 10 % dengan bensin (90%), sering disebut Gasohol E-10. Gasohol singkatan dari gasoline (bensin) plus alkohol (bioetanol). Etanol absolut memiliki angka oktan (ON) 117, sedangkan Premium hanya 87-88. Gasohol E-10 secara proporsional memiliki ON 92 atau setara Pertamax. Pada komposisi ini bioetanol dikenal sebagai octan enhancer (aditif) yang paling ramah lingkungan dan di negara-negara maju telah menggeser penggunaan Tetra Ethyl Lead (TEL) maupun Methyl Tertiary Buthyl Ether (MTBE).

Pencampuran sampai dengan 24 % masih dapat menggunakan mobil bensin konvensional. Di atas itu, diperlukan mobil khusus yang telah banyak diproduksi di AS maupun Brazil. Yang populer dan diminati saat ini adalah Flexible-Fuel Vehicle (FFV). Ini sejenis “mobil cerdas” karena dilengkapi dengan sensor dan panel otomatisasi yang dapat mengatur mesin untuk menggunakan campuran bensin-bioetanol pada komposisi berapapun.

INDUSTRI BIOENERGI NASIONAL

Pabrik gula (PG) di Indonesia sudah waktunya melakukan transformasi peran dari sekedar sebagai penghasil gula menjadi suatu industri berbasis tebu, seperti yang dilakukan PG di negara-negara produsen gula dunia. Industri yang mampu memanfaatkan peran seperti itu mampu mengurangi ketergantungan perusahaan dari gula semata, karena dengan menjadi industri berbasis tebu, akan banyak produk dan derivat yang dihasilkan tebu dapat dimanfaatkan untuk keuntungan perusahaan.

Untuk Indonesia, lanjutnya, karena masih banyak PG yang kekurangan bahan baku tebu, maka tahapan saat ini bioetanol layaknya berbahan baku tetes. Dari tiap ton tebu yang digiling, dihasilkan tetes sekitar 40-45 kg dan sebagian hasilnya masuk ke petani sebagai pemasok tebu. Selama ini tetes lebih banyak digunakan sebagai bahan baku pembuatan asam asetat dan monosodium glutamat

Selain tebu, ubi kayu cukup potensial sebagai bahan baku bioetanol. Ubi kayu relatif lebih mudah dibudidayakan pada berbagai jenis lahan pertanian. Lahan-lahan yang selama ini tidak produktif dapat ‘dihidupkan’ kembali dengan menanam tanaman bioenergi. Hal yang perlu dilakukan adalah pemetaan potensi daerah dalam memproduksi tanaman bioenergi.

Selanjutnya adalah pembuatan industri bioenergi secara terpadu yang melibatkan perusahaan, pemerintah, universitas, dan petani. Dengan hal ini, maka setiap daerah diharapkan mampu menjadi daerah mandiri energi. Paradigma yang kemudian dibangun adalah ‘pemberdayaan’ masyarakat. Bukan ‘penghisapan’ masyarakat dan SDA yang selama ini cenderung dilakukan oleh Multi National Corpaorate (MNC). Pasokan energi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan merupakan sebuah fundamental pembangunan bangsa Indonesia mengahdapi globalisasi.

Tidak ada komentar: