Senin, 16 Maret 2009

Netralitas TNI dalam pemilu

Partai Golkar menilai demokrasi Indonesia tidak boleh mendiskriminasi hak politik anggota TNI/Polri dalam pemilihan umum. Golkar meminta di masa datang hak memilih anggota TNI/Polri harus dipulihkan.

"TNI/Polri juga adalah warga negara yang memiliki hak politik. Tidak tepat jika mencabut hak memilih TNI/Polri," ujar Ketua DPP Partai Golkar Theo L Sambuaga dalam Debat Politik bertajuk "Platform Partai Politik di Bidang Keamanan Nasional" di Hotel Santika, Jalan Aipda KS Tubun No 7, Slipi, Jakarta, Selasa (17/3/2009).

Theo menilai, TNI/Polri harus disamakan statusnya dengan pegawai negeri sipil (PNS). Dalam pemilu, PNS diberikan hak memilih namun untuk bisa dipilih, harus mundur dari jabatannya. Bagi Theo, hal ini harus direalisasikan di masa datang.--sumber bisa dibaca di okezone.com
Mengacu pada tulisan saya sebelumnya tgl 13 Maret 09, hal ini dapat dikatakan sebagai suatu wujud pertentangan fungsi TNI secara fundamental,seperti yang telah dicanangkan bahwa reformasi yang kini tengah dilakukan oleh TNI merupakan suatu wujud nyata peningkatan profesionalismenya. Dalam kalimat Theo yang menilai "TNI/POLRI harus disamakan statusnya dengan pegawai negeri sipil", seharusnya hal ini perlu dikaji lebih serius lagi. Kita tahu bahwa TNI merupakan garda terdepan penjaga kedaulatan NKRI, mereka dilatih dan dididik untuk menjadi mesin perang. Bagaimana mereka bisa fokus dalam tugasnya yang semakin lama semakin berat ini jika mereka juga bermain dalam politik? Memang konteks diatas hanya sekedar menggunakan hak pilih, namun politik ini bukan matematis (mengutip kata2 Presiden SBY), segala perkembangan dan dinamika politik bisa saja berubah dan berkembang. Dengan sikap netralitas yang ditunjukan TNI, kita harapkan peningkatan profesiolisme TNI akan semakin baik dan baik lagi, demi mempertahankan setiap jengkal ibu pertiwi yang tercinta ini.
Klo tentara kita semakin hebat dan profesional, kita juga kan yang bangga?

Tidak ada komentar: